Minggu, 28 Oktober 2007

Fashionista Leadership.....!

Beberapa minggu yang lalu “my closest girlfriend” cerita kepada saya mengenai masalah di tempatnya bekerja, F.Y.I “SF” (so her name, is currently working as a deputy manager in the fashion industry in Jakarta). “SF’ dan manajer nya (so I called her “A”) mempunyai perbedaan yang signifikan dalam hal gaya kepemimpinan untuk memimpin “fashion Boutique” di salah satu mall baru di Jakarta.

“SF” percaya bahwa untuk memimpin dibutuhkan pendekatan personal, memperlakukan bawahannya “as her colleague”, melakukan kegiatan menempuh dengan cara-cara lembut, halus, simpatik, interaksi timbal balik, melakukan ajakan (memberikan instruksi dengan meminta tolong dan memberikan arahan dengan contoh) , menghargai pendapat, memperhatikan perasaan, membina hubungan serasi, sedangkan hal yang berbeda dilakukan oleh “A” yang lebih percaya bahwa instruksi langsung dengan bersikap otoriter serta melakukan kegiatan tersebut dengan cara-cara “tegas” (so what “A” said), keras, sepihak, mengutamakan penyelesaian tugas, melakukan pengarahan dan pengawasan ketat. Dari tindakan dan perilaku yang disebutkan diatas telihat bahwa “SF” menggunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang (people oriented), sedangkan “A” menggunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas (task oriented).

Masalah mulai muncul ketika banyak bawahannya yang tidak menyukai gaya kepemimpinan “A”, mereka menilai bahwa “A” sangat keras dan tegas dan tidak menghargai mereka “as human being” (Brand manager told “SF” and “A” the employee survey result-red). Hal ini memunculkan friksi diantara “A” dan bawahannya sehingga banyak dari mereka menghindari untuk bekerja pada “shift” dimana “A” bertugas, dan lebih memilih untuk bekerja pada saat “SF” bertugas. (adanya pergantian shift untuk “manager on duty”-red). Hal ini diketahui oleh “A” sehingga ia memaksakan “SF” untuk berlaku dan bertindak seperti dirinya (task oriented), dengan beralasan bahwa “SF’ tidak tegas kepada bawahannya dan ini akan berdampak buruk bagi kinerja mereka. “SF” merasa dia tidak perlu mengubah gaya kepemimpinannya karena dia percaya bahwa gaya kepemimpinan tersebut sudah merupakan hal yang tepat, ini dikarenakan banyak bawahannya yang suka dan puas bila bekerja dibawah arahan “SF”.

Apa yang harus dilakukan??

Gaya kepemimpinan yang dipilih oleh seseorang kadang kala merupakan pertimbangan yang sangat terkait dengan hati nurani, hal ini terlihat bahwa “SF” dan “A” tidak ingin merubahnya dan berketetapan hati bahwa hal itu merupakan yang terbaik. Sebenarnya gaya kepemimpinan yang dibutuhkan oleh setiap perusahaan adalah gaya kepemimpinan yang efektif dimana gaya kepemimpinan efektif yang dimaksud adalah kepemimpinan yang berorientasikan pada; (1) perilaku pemimpin, (2) pengikut, (3) dan antar hubungan, untuk pencapaian tujuan. Terdapat dua variabel utama dari perilaku yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan yaitu; (1) perilaku dengan orientasi tugas (task oriented), dan (2) perilaku dengan orientasi orang (people oriented). Perilaku gaya kepemimpinan merupakan cara-cara berinteraksi seorang pemimpin dalam melakukan kegiatan pekerjaan dimana gaya bersikap dan gaya bertindak akan nampak dari cara-cara pemimpin tersebut pada saat melakukan pekerjaan (cara memberikan perintah, cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, dan sebagainya). Apabila pemimpin melakukan kegiatan tersebut menempuh dengan cara-cara tegas, keras, sepihak, mengutamakan penyelesaian tugas, melakukan pengarahan dan pengawasan ketat, maka gaya kepemimpinan seperti itu cenderung disebut gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas (task oriented).
Sebaliknya apabila pemimpin melakukan kegiatan menempuh dengan cara-cara lembut, halus, simpatik, interaksi timbal balik, melakukan ajakan, menghargai pendapat, memperhatikan perasaan, membina hubungan serasi, maka gaya kepemimpinan ini cenderung disebut gaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang (people oriented).

Sedangkan untuk gaya kepemimpinan efektif setiap manajer atau pemimpin harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Tinggi perhatian terhadap tugas (concern for job).
2. Tinggi perhatian terhadap orang (concern for people).
3. Melibatkan bawahan secara aktif.
4. Menggunakan manajemen partisipatif.
5. Produktivitas perusahaan meningkat.
6. Kepuasaan kerja karyawan meningkat.


Idealnya adalah “SF” dan “A” dapat memahami perbedaan tersebut dan berusaha beradaptasi dan sama-sama belajar mencoba untuk memadukan gaya kepemimpinan mereka dimana mereka akan berusaha untuk saling memberikan “feedback” dan “reflecting” berusaha untuk saling menyadari dan mengatasi kelemahan masing-masing, dan menggunakan gaya kepemimpinan yang situasional dimana :

  • Gaya directing: arahan tinggi namun support rendah, gaya mirip otoriter, instruksi langsung, biasanya digunakan untuk para pegawai baru, satpam, atau orang-orang yang memang pekerjaannya memerlukan instruksi langsung.
  • Gaya coaching: arahan dan support tinggi, telah ada diskusi, tapi masih perlu monitoring lebih ketat.
  • Gaya supporting: arahan rendah namun support tinggi,, artinya bawahan telah mampu, serta telah mengerti tugasnya. (Untuk para staff biasanya digunakan gaya coaching dan supporting)
  • Gaya delegating: adalah benar-benar memberi kepercayaan penuh pada orang yang dipimpinannya, gaya ini cocok digunakan untuk bawahan pada level staf yang sudah senior, yang tanpa perlu diperintah atau dimonitor telah mampu mengerjakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.


Gaya kepemimpinan yang digunakan sangat dipengaruhi , oleh: 1) tingkat pendidikan karyawan, 2) tujuan pekerjaan, mendesak apa tidak, atau berupa konseptual atau operasional. Dengan demikian gaya kepemimpinan bisa berubah-ubah disesuaikan dengan situasinya dan memadukannya dengan komitmen dan keinginan untuk selalu belajar serta beradaptasi, selalu berimprovisasi dalam menerapkan gaya manajemennya yang pada akhirnya membentuk suatu gaya kepemimpinan yang efektif. Mungkin inilah yang dilihat oleh “brand manager” perusahaan tersebut sehingga menempatkan dua variabel gaya kepemimpinan yang efektif yang dipunyai oleh dua orang yang berbeda dalam satu toko, sehingga diharapkan mereka dapat saling belajar dan dapat meningkatkan produktivitas toko dan tercipta sinergi diantara mereka.

Ketika manajer sudah memilih gaya manajemen kepemimpinan tertentu maka keberhasilannya dapat diukur dari berbagai segi antara lain yaitu:

· Keberhasilan karyawan dan kelompoknya dalam mencapai tujuan organisasi,

· Kepuasan maksimum di kalangan karyawan,

· Derajat konflik horisontal dan vertikal yang relatif kecil,

· Perputaran (masuk-keluarnya) karyawan di antara kelompok pada periode tertentu yang relatif rendah,

· Tingkat ketidakhadiran karyawan yang relatif rendah,

· Produktivitas kerja karyawan meningkat.


Tidak ada komentar: